Selasa, 04 Agustus 2009

Apa aja ya..?

  1. Alap-alap Kawah

Falco peregrinus


Deskripsi:

Berukuran besar (45 cm), bertubuh kekar, berwarna gelap. Dewasa: mahkota dan pipi kehitaman atau dengan garis hitam, tubuh bagian atas abu-abu gelap, berbintik, dan bergaris hitam. Tubuh bagian bawahnya putih, dengan coretan hitam pada dada serta garis-garis halus hitam menyilang pada perut, paha, dan ekor bagian bawah. Betina: ukuran lebih besar, remaja: lebih coklat dan ada coretan pada perut. Perbedaan ras didasarkan pada kegelapan warna. Perbedaan dengan Elang kelelawar ketika terbang adalah warna tubuh bagian bawah lebih pucat dan sayap kurang runcing.

Iris hitam, paruh abu-abu dengan sera kuning, tungkai dan kaki kuning.


Foto >> Δ

Belum pernah dijumpai sarangnya di Merapi. Cukup luas tersebar di lereng selatan dari mulai Bebeng, Alas tekek, Ganduman dan Turgo. Tercatat ditemui di jalur Ndeles Klaten tahun 2003. Paling banyak ditemui 2 ekor. Di perkotaan ( Yogyakarta) sering berada di menara-menara yaitu : Menara sardjito, Malioboro dan beberapa kali tercatat berburu di kawasan UGM. Lalu di Bantul dan Kulon progo juga tengger di menara. Tercatat pernah sampai kawasan Monumen Jogja Kembali.


  1. Alap-alap Sapi

Falco moluccensis


Deskripsi:

Berukuran kecil (30 cm), duduk tegak, berwarna coklat gelap. Jantan: mahkota dan tubuh bagian atas coklat kekuningan, bergaris dan berbintik hitam tebal, tubuh bagian bawah kuning suram, bercoret hitam tebal. Ekornya abu-abu kebiruan dengan ujung putih dan garis lebar hitam pada bagian subterminal. Betina: ukuran lebih besar, dengan garis tebal pada ekor. Remaja: mirip dewasa, tetapi berwarna lebih pucat dan ekor coklat dengan garis-garis gelap.

Iris coklat, paruh abu-abu kebiruan dengan ujung hitam dan sera kuning, tungkai dan kaki kuning.


Foto >> Δ

Tercatat di Lereng selatan dengan jumlah terbanyak samapi 4 ekor : Turgo, Ganduman, Bebeng. Tengger di ranting kering, lalu berburu tikus di kawasan petak 3 Merapi.


  1. Anis Merah

Zoothera citrina


Deskripsi:

Burung cacing berukuran sedang (21 cm), berkepala jingga. Burung dewasa : kepala, tengkuk, dan tubuh bawah jingga terang, tungging putih, tubuh atas abu-abu kebiruan dengan gais putih di sayap atas. Jantan dan betina sama di wilayah kita. BUrung muda bercoret dan bersisik di punggung.

Iris coklat, paruh hitam, kaki coklat.


Catatan di Merapi sangat sedikit, pernah tercatat di daerah telogo putri. Warga Kinahrejo pernah melaporkan sarangnya berada di dekat kebun kopi mereka. Keberadaannya lebih cenderung ke dekat pemukiman, seperti di daerah Turi (selatan bukit Turgo) bersarang di kebun salak.


  1. Ayam-hutan Hijau

Gallus varius


Deskripsi:

Berukuran besar (jantan 60 cm, betina 42 cm), berwarna hitam kehijauan. Mirip Ayam hutan merah, tetapi jengger tidak seperti gerjaji dan corak warna agak keunguan. Tengkuk, leher, dan mantel hijau berkilau. Penutup ekor berwarna emas, bulu tengkuk hijau mengkilap, bulu-bulu sayap terbang hitam, tubuh bagian bawah hitam. Betina: coklat kuning kebo, dengan garis-garis tidak beraturan dan bintik-bintik hitam.

Iris merah, paruh abu-abu putih susu, kaki kemerahjambuan.


Foto >> Δ


Di lereng selatan sering terdengar suaranya di atas Bebeng, pernah juga ditemui disini. Lalu di sebelah selatan Bebeng dekat pemukiman.


  1. Bentet kelabu

Lanius sachach


Deskripsi:

Berukuran agak besar (25 cm), berwarna hitam, coklat, dan putih, berekor panjang. Dewasa: dahi, topeng, dan ekor hitam, sayap hitam dengan bintik putih, mahkota dan tengkuk abu-abu atau abu-abu hitam; punggung, tunggir, dan sisi tubuh coklat kemerahan; dagu, tenggorokan, dada, dan perut tengah putih. Luas warna hitam pada kepala dan punggung bervariasi, tergantung pada ras, individu, dan umur. Remaja: lebih suram dengan garis pada sisi tubuh dan punggung, kepala dan tengkuk lebih abu-abu.


Foto >> Δ

Sebaran burung ini sangat luas di lereng selatan Merapi. Sering dijumpai hampir di setiap jalur. Burung pemakan serangga ini juga sering dijumpai di kebun warga Ndeles, Klaten.


  1. Betet Biasa

Psittacula alexandri


Deskripsi:

Burung berukuran sedang ( 34 cm), berwarna-warni dengan dada merah jambu yang khas. Dewasa : Mahkota dan pipi abu-abu-ungu dengan kekang hitam, tengkuk, punggung, sayap dan ekor hijau. Kumis hitam jelas, dada merah jambu, paha dan perut hijau pucat. Burung Muda; Kepala coklat-kuning tua, kumis hitam kurang jelas. Iris kuning, paruh merah dan kaki abu-abu.


Foto >> Δ

Tersebar luas di lereng selatan Merapi. Sering ditemui terbang berkelompok memakan buah pinus dan damar juga bunga-bunga dadap. Bersarang di lubang-lubang dadap seperti burung pelatuk dan takur


  1. Bondol haji

Lonchura maja


Deskripsi:

Bondol agak kecil (11 cm), berwarna coklat, berkepala putih. Mirip L. ferruginosa. Perbedaannya: lebih coklat muda, seluruh kepala dan tenggorokan putih. Burung muda: bagian tubuh atas coklat, tubuh bagian bawah dan muka kuning tua.

Iris coklat, paruh abu-abukebiruan, kaki biru pucat.


Foto >> Δ

Catatan di Merapi sedikit sekali, kemungkinan lebih banyak ditemui di dekat pemukiman.

  1. Bondol-hijau binglis

Erythrura prasina


Deskripsi:

Berukuran kecil (15 cm termasuk ekor jantan yang memanjang), berwarna hijau dengan ekor panjang sekali. Jantan: muka berwarna biru; tubuh bagian atas hijau; bagian bawah merah agak merah jambu; tunggir dan ekor panjang warna merah. Betina: kepala agak hijau dan ekor yang lebih pendek. remaja tungging coklat. Iris merah, paruh abu-abu, kepala merah.


Foto >> Δ

Beberapa kali teramati di kawasan lereng selatan. Satu kali catatan tentang sarang di Plawangan. Di lereng selatan di Plawangan dan Ganduman

  1. Bondol Jawa

Lonchura leucogastroides


Deskripsi:

Bondol agak kecil (11 cm), berwarna hitam, coklat, dan putih, bertubuh bulat. Tubuh bagian atas coklat tanpa coretan, muka dan dada atas hitam; sisi perut dan sisi tubuh putih, ekor bawah coklat tua. Perbedaannya dengan Bondol perut-putih: tanpa coretan pucat pada punggung dan sapuan kekuningan pada ekor, pinggiran bersih antara dada hitam dan perut putih, sisi tubuh putih (bukan coklat).

Iris coklat, paruh atas gelap, paruh bawah biru, kaki keabu-abuan.


Foto >> Δ

Sering dijumpai di kawasan lereng selatan, bahkan sampai jalur Ndeles, Klaten. Menyukai daerah yang menyediakan rerumputan ilalang.


  1. Bondol Peking

Lonchura punculata


Deskripsi :

Bondol agak kecil (11cm), berwarna coklat. Tubuh bagian atas coklat bercoretan, dengan tangkai bulu putih, tenggorokkan coklat kemerahan. Tubuh bagian bawah putih, bersisik coklat pada dada dan sisi tubuh. Remaja : tubuh bagian baawah kuning tua tanpa sisik. Iris coklat, paruh abu-abu kebiruan, kaki hitam abu-abu.


Foto >> Δ

Sering dijumpai di kawasan lereng selatan, bahkan sampai jalur Ndeles, Klaten. Menyukai daerah yang menyediakan rerumputan ilalang. Dijumpai di Kinahrejo, Kaliurang, Alas tekek, Pethit opak, Bebeng, Klangon bahkan di Turgo. Terbang berkelompok mencari biji-biji rumput ataupun akasia.


  1. Bubut besar, Greater Coucal

Centropus sinensis


Deskripsi:

Berukuran besar (52 cm), berekor panjang. Bulu seluruhnya hitam, kecuali

sayap, mantel, dan bulu penutup sayap berwarna coklat berangan jelas. Burung

di Kangean: tampak coklat pucat dengan sayap merah karat. Iris merah, paruh

dan kaki hitam.


Foto >> Δ


Sering terdengar suaranya di Ganduman, Plawangan dan Pethut Opak, jarang terlihat. Pernah sekali ditemui di daerah Pos 1 jalur pendakian Kinahrejo.


  1. Brinji gunung

Iole virescens


Deskripsi:

Berukuran sedang (20 cm), , buram dengan tubuh bagian bawah burik, mempunyai jambul kecil. Mahkota abu-abu : punggung, sayap, dan ekor zaitun kehijauan (Jawa) atau zaitun kecoklatan (Sumatera) ; pipi, tenggorokan, dada, dan sisi lambung abu-abu kehijauan penuh burik putih kekuningan; tungging putih kekuningan. Burung di Jawa lebih hijau dibandingkan dengan yang ada di Sumatera.

Iris merah, paruh hitam,kaki abu-abu biru.


Bersembunyi pada vegetasi-vegetasi heterogen yang rapat di Plawangan, Ganduman dan Alas tekek. Lalu teramati di kawasan Telogo putri di antara pohon-pohon rotan kecil

  1. Madu Gunung

Aethopyga eximia


Deskripsi :

Berukuran sedang (13 cm termasuk ekor panjang pada jantan), berwarna-warni. Jantan dewasa : Mahkota dan garis tenggorokan sempit biru-ungu mengkilap; tenggorokan dan dada atas merah; punggung dan sayap berwarna zaitun, tunggir kuning, ekor hijau kebiruan panjang, ada berkas bulu putih pada sisi tubuh. Betina: tubuh bagian atas berwarna zaitun suram, tubuh bagian bawah hijau-zaitun tua dengan sisi putih, ekor lebih pendek. Iris coklat, paruh dan kaki hitam.

Foto >> Δ

Tersebar di Lereng selatan dari Turgo sampai Ndeles. Bersarang menggunakan lumut-lumut jenggot di Tuk pitu, Kinahrejo bulan Mei tahun 2009

  1. Burung-Madu Jawa

Aethopyga mystacalis


Deskripsi:

Berukuran kecail (12 cm termasuk ekornya yang panjang), berwana merah terang (jantan). Jantan : mahkota, setrip malar, dan ekor yang panjang ungu gelap mengkilap; kepala, dada dan punggung merah padam, tunggir merah muda, sayap berwarna zaitun, perut abu-abu muda. Perbedaannya dengan burung-madu sepah-raja : dahi merah, eor lebih panjang, dan perut putih. Betina : sangat kecil warna abu-abu-zaitun buram. Ciri khasnya : sapuan merah pada sayap dan ekor.

Iris coklat tua, paruh dan kaki coklat.


Sangat jarang ditemui, pernah di laporkan di kawasan Kletak ( lereng barat Plawangan) dan juga di Kinahrejo.


  1. Madu Sriganti

Nectarinia jugularis


Deskripsi:

Berukuran kecil (10 cm), berperut kuning teang. Jantan dagu dan dada hitam-ungu metalik, punggung hijau-zaitun. Betina: tanpa warna hitam, tubuh bagian atas hijau zaitun, tubuh bagian bawah kuning, alis biasanya kuning muda.

Iris coklat tua, paruh dan kaki hitam.


Foto >> Δ


Lebih sering berada diantara pemukiman daripada di hutan Merapi. Memakan nektar bunga sepatu dan dadap.


  1. Cabai Gunung

Dicaeum sanguinolentum


Deskripsi:

Berukuran sangat kecil (8 cm), berwarna-warni. Jantan dewasa : tubuh bagian atas biru tua, perut dan tenggorokan kuning tua, dada merah padam dibatasi garis hitam yang tidak rapih. Betina: tubuh bagian atas coklat zaitun buram dengan tunggir merah padam, tubuh bagian bawah kuning tua bercoret zaitun. Iris biru atau coklat, paruh hitam kaki abu-abu tua.

Suara:

Seperti suara burung cabai lain, bermacam-macam suara klik bernada tinggi dan berdengung: “ciit ciit ciit ciit” yang parau, “cuk cuk twit” dan “tik tik tik” yang sibuk.

Penyebaran global :

Jawa, Bali dan Sunda kecil.

Penyebaran lokal dan status:

Tersebar luas di hutan pegunungan, perbukitan, dan pinggir hutan di Jawa dan Bali, biasanya berada pada ketinggian antara 800 - 2.400 m.

Kebiasaan:

Seperti burung cabai lain, terbang diantara puncak pohon, terutama pada benalu dan semak-semak Viscum.

Catatan :

Mungkin sejenis dengan D. hirundinaceum dari Australia dan Maluku atau dengan Cabai perut-kuning.


Foto >> Δ

  1. Cabai Jawa

Diacaeum trochileum


Deskripsi:

Berukuran sangat kecil (8 cm), berwarna hitam dan merah padam. Jantan dewasa: kepala, punggung, tunggir, dan dada merah padam atau agak kejinggaan; sayap dan ujung ekor hitam, perut putih keabu-abuan, ada bercak putih pada lengkung sayap. Betina: tunggir merah, tubuh bagian atas lainnya oklat, tersapu merah pada kepala dan mantel, tubuh bagian bawah putih buram. Remaja: tubuh bagian atas coklat kehijauan, ada bercak jingga pada tunggir.

Iris coklat, paruh dan kaki hitam.

Suara:

Khas burung cabai: “zit, zit, ...” yang sibuk, “t’rr-t’rr” berdengung, “hw’it” bernada tinggi, dan “ci-t’t, ci-t’t, ci-t’t” yang khas

Penyebaran global:

Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Lombok.

Penyebaran lokal dan status:

Ditemukan di pantai-pantai dan dataran rendah Sumatera selatan dan Kalimantan selatan (di Sumatera mungkin merupakan pendatang baru daru Jawa). Di Jawa (termasuk di pulau-pulau sekitarnya) dan Bali, burung dataran rendah yang umum di kebun dan daerah terbuka.

Kebiasaan:

Sering terlihat di pekarangan dan daerah terbuka, termasuk kota, daerah pantai, dan hutan mangrove. Mengunjungi rumpun benalu untuk memakan buahnya yang lengket.


Foto >> Δ


  1. Caladi ulam

Dendrocopos macei


Deskripsi:

Berukuran agak kecil (18 cm), berwarna hitam dan putih, bergaris-garis. Mahkota jantan: merah, betina: hitam. Sisi muka putih dengan setrip malar dan kerah hitam. Tubuh bagian atas bergaris-garis hitam dan putih. Tubuh bagian bawah kuning tua dengan coretan hitam, penutup ekor bawah merah.

Suara:

tak-tak” yang bertalun dan getaran “tirri-tiirriiir-tiirriirii”.

Penyebaran global:

Himalaya, India, Asia tenggara (kecuali Malaysia), Sumatera, Jawa, dan Bali.

Penyebaran lokal dan status:

Status di Sumatera tidak jelas, hanya diketahui dari satu spesimen dan catatan terbaru dari Sumatera selatan. Umum di Jawa dan Bali, terdapat sampai ketinggian 2.000 m.

Kebiasaan:

Lebih menyukai hutan terbuka, hutan sekunder, perkebunan, dan pekarangan. Agak jinak, mudah didekati.


Foto >> Δ


  1. Cekakak Jawa

Halcyon cyanoventris


Deskripsi:

Berukuran sedang (25 cm), berwarna sangat gelap. Dewasa: kepala coklat tua, tenggorokan dan kerah coklat. Perut dan punggungnya biru ungu, penutup sayap hitam, bulu terbang biru terang. Bercak putih pada sayap terlihat sewaktu terbang. Remaja: tenggorokan keputih-putihan.

Suara:

Jernih berdering: “cii-rii-rii-rii” atau “crii- crii- crii”, dan suara lain yang mirip Cekakak belukar.

Penyebaran global:

Endemik di Jawa dan Bali.

Penyebaran lokal dan status:

Tersebar luas dan tidak jarang di lahan terbuka di dekat air bersih, sampai ketinggian 1.000 m di Jawa dan Bali. Telah hilang dari beberapa tempat yang dahulu sering dikunjungi.

Kebiasaan:

Bertengger pada cabang rendahpohon yang terisolasi atau pada tiang di ahan rumput terbuka. Memburu serangga dan mangsa lain. Jarang sekali berburu di atas air. Lebih pendiam dibandingkan Cekakak sungai, tetapi suaranya sering terdengar.


Foto >> Δ


  1. Cekakak sungai

Todirhamphus chloris


Deskripsi:

Berukuran sedang (24 cm), berwarna biru dan putih. Mahkota, sayap, punggung, dan ekor biru kehijauan berkilau terang, ada setrip hitam melewati mata. Kekang putih, kerah dan tubuh bagian bawah putih bersih (membedakannya dengan Cekakak suci yang kotor).

Iris coklat, paruh atas abu tua, paruh bawah berwarna lebih pucat, kaki abu-abu.

Suara:

Teriakan parau “ciuw ciuw ciuw ciuw ciuw” atau nada ganda “ges-ngek, ges-ngek, ges-ngek”. Pada masa biak, terdapat berbagai variasi suara.

Penyebaran global:

Asia selatan dan Asia tenggara, Indonesia, sampai P. Irian dan Australia.

Penyebaran lokal dan status:

Raja-udang paling umum di Sumatera, Jawa, dan Bali sampai ketinggian 1.200 m. Umum di pesisir Kalimantan, tetapi jarang masuk ke daratan.

Kebiasaan:

Sering ditemukan di daerah terbuka, terutama di daerah pantai. Bertengger pada batu atau pohon. Berburu di sepanjang pantai atau di daerah terbuka dekat perairan termasuk kebun, kota, dan perkebunan. Mangsa besar dibanting-bantingkan dulu pada tenggeran sebelum dimakan. Sangat ribut, suaranya yang keras dapat terdengar sepanjang hari.


Foto >> Δ


  1. Cica-daun Sayap Biru

Chloropsis ochinchinensis


Deskripsi:

Berukuran sedang (17 cm), berwarna terang dengan sayap biru dan tenggorokan hitam (jantan),. Perbedaannya dengan burung Cica-daun lain yaitu sayap dan sisi ekornya biru. Betina tidak mempunyai lingkar mata kuning. Jantan mempunyai lingkaran kekuningan di sekitar bercak tenggorokannya yang hitam. Kedua jenis kelamin mempunyai setrip malar biru. Beberapa ras bervariasi. Bettina ras Kinabalu flavocincta mempunyai tenggorokan berhitam dedangkan ras yang lain berwarna hijau. Jantan Kalimantan flavocincta dan viridinucha mempunyai dahi kuning. Jantan ras Jawa nigricollis mempunyai mahkota hijau tetapu dada bagian atas kuning keemasan. Ras Sumatera icterocephala mempunyai mahkota dan tengkuk kuning. Semuanya bersayap lebih biru dibandingkan dengan Cica-caun dahi-emas.

Iris coklat gelap, paruh hitam, kaki abu-abu kebiruan.

Suara:

Jelas, mengalun, musikal a) “cii, cii, ciiwiit” atau b) “cii, ciiwiit” dan nyanyian merdu.

Penyebaran global:

India, Cina barat daya, Asia tenggara, Semenanjung Malaysia, dan Sunda Besar.

Penyebaran lokal dan status:

Umum terdapat di hutan-hutan dataran rendah dan perbukitan sampai ketinggian 1.000 m di Sumatera (termasuk pulau-pulau di sekitarnya), Kalimantan (termasuk Natuna), dan Jawa (ditemukan sampai ketinggian 1.500 m). Di Bali tidak tercatat.

Kebiasaan:

Menghuni hutan primer dan hutan sekunder yang tinggi. Tinggal di puncak pepohonan besar. Ditemukan sendirian, berpasangan, atau dalam kelompok kecil, berbaur dengan jenis burung lain.

Catatan:

Ras flavocincta, yang ditemukan dari Peg. Kinabalu sampau Usun Apau dan Dulit, yang memiliki tenggorokan hitam pada kedua jenis kelamin, mungkin sebaiknya diperlakukan sebagai jenis yang terpisah.


Foto >> Δ


  1. Cica Kopi Melayu

Pomatorhinus montanus

Deskripsi :

Burung pengoceh berukuran sedang (20 cm), dengan punggung merah karat, ekor panjang dengan alis mata putih mencolok dan paruh panjang melengkung ke bawah berwarna kuning atau warna tanduk. Mahkota hitam keabu-abuan, alis mata putih; punggung berwarna coklat berangan; sayap dan ekor coklat; dagu, tenggorokan, dada dan perut atas putih; sisi lambung dan penutup ekor bawah berwarna merah karat. Iris kuning; paruh kuning atau warna tanduk dengan pangkal hitam; kaki abu-abu.

Suara :

Berdering “ dur du du wiit wiit..”; siulan yang diulangi “ pu pu riuw”, “piow pu pu”, “to whit”, atau “pu pu pu..”; alarm “piir piir”

Penyebaran global:

Semenanjung Malaysia dan Sunda besar

Penyebaran lokal dan status:

Di Sumatera (termasuk Bangka) dan Kalimantan merupakan burung hutan dataran rendah dan perbukitan sampai ketinggian 1200 m, lebih tinggi lagi di Kalimantan. Di Jawa dan Bali cukup umum di hutan pegunungan di atas ketinggian 1200 m.

Kebiasaan:

Hidup sendirian atau dalam kelompok kecil, di lapisan bawah dan tengah hutan, sering bergabung dengan jenis burung lain, terutama burung Poksai. Umumnya mencari makan di atas atau dekat permukaan tanah.


Foto >> Δ


  1. Cica Koreng Jawa

Megalurus palustris


Deskripsi:

Berukuran besar (26 cm), berwarna coklat. Ada coretan hitam tebal pada punggung, alis mata kuning tua, ekor sangat memanjang dan menajam. Tubuh bagian atas coklat kemerahan terang, ada coretan hitam pada punggung dan penutup sayap. Tubuh bagian bawah keputih-putihan, ada coretan kehitaman sempit pada dada, tersapu merah karat pada sisi tubuh dan penutup ekor bawah. Iris coklat, paruh atas hitam, paruh bawah kemerahjambuan, kaki merah jambu.

Suara:

Nyanyian merdu yang pendek dan nyaring: “tek tek kored..”, dikeluarkan dari tenggeran dan sewaktu terbang. juga suara ceklekan tajam.

Penyebaran global : India, Cina, Filipina, Asia tenggara (kecuali Semenanjung Malaysia), Jawa dan Bali. Baru-baru ini juga ditemukan di Kalimantan.

Penyebaran lokal dan status:

Di Jawa dan Bali umum terdap[at di pegunungan sampai ketinggian 2000 m.

Kebiasaan :

Menghuni lapangan rumput terbuka, terutama rumpun gelagah, bambu, semak sekunder dan kebun teh. Hidup sebagian tinggal di atas tanah, berlari di bawah rumpun lebat. Sering bertengger secara mencolok di tempat terbuka. Kadang-kadang bernyanyi, juga bernyanyi ketika terbang.


Foto >> Δ


  1. Cikrak daun

Phylloscopus trivirgatus


Deskripsi:

Berukuran agak kecil (11 cm), berwarna kuning dan hijau. Strip mahkota tengah dan alis mata kekuningan mencolok. Tubuh bagian atas kehijauan tanpa garis pada sayap. Tubuh bagian bawah kekuningan khas. Ras yang terbatas di gunung Kinabalu: lebih abu-abu dan kurang kuning. Iris hampir hitam, paruh atas hitam, paruh bawah kemerahan, kaki keabu-abuan.

Suara:

Omelan yang tanpa irama sebagai tanda bahaya, nyanyian bernada tinggi tenang “tsii ci ci wiit” dan variasi-variasi lain.

Penyebaran global:

Palawan, Smenanjung Malaysia, dan Sunda besar.

Penyebaran lokal dan status:

Di Sumatera, Jawa dan Bali terbatas di hutan gunung antara ketinggian 800-3000 m, tetapi melimpah di beberapa tempat. Di Kalimantan ditemukan di gunung Kinabalu ke selatan sampai Tama Abo, juga di pegunungan Perissen dan Poi.

Kebiasaan:

mengunjungi puncak-puncak pohon tinggi di hutan perbukitan dan pegununganserta pinggir hutan sampai zona alpin. Biasanya hidup dalam kelompok berbaur dengan jenis lain. Mencari makan kebanyakan pada tajuk dan pepakuandan anggrek epifit.


Foto >> Δ


  1. Cinenen Kelabu

Orthotomus ruficeps


Deskripsi:

Berukuran kecil (11 cm), berwarna abu-abu, berkepala merah karat. Jantan: mahkota, dagu, kerongkongan, dan pipi merah karat, bulu yang lain abu-abu, perut putih. Betina: kepala tidak semerah jantan, pipi dan kerongkongan atas putih.

Iris coklat kemerahan, paruh coklat, kaki merah jambu.

Suara:

Getaran nada ganda: “trrriii-yip” dan getaran “trrrri”,biasanya diberikan oleh pasangan yang berduet. Juga “cicicici” sengau yang mengharukan.

Penyebaran global:

Palawan, Semenanjung Malaysia, dan Sunda Besar.

Penyebaran lokal dan status:

Di Sumatera (termasuk pulau-pulau di sekitarnya) dan Kalimantan, umum terdapat disampai ketinggian 950 m. Di Jawa, terbatas di hutan mangrove dan lahan basah di Jawa bagian utara. Lebih ke pedalaman digantikan keberadaannya oleh Cinenen Jawa. Di Bali tidak tercatat.

Kebiasaan:

Mengunjungi hutan terbuka, pinggir hutan, hutan mangrove, semak-semak di tepi pantai, kebun, tumbuhan sekunder, dan rumpun bambu. Aktif di lantai hutan dan puncak pohon.


  1. Cinenen pisang

Orthotomus sutorius


Deskripsi:

Berukuran kecil (10 cm). Mahkota merah karat, perut putih, ekor panjang dan sering ditegakkan. Dahi dan mahkota merah karat, alis kekuningtuaan, kekang dan sisi kepala keputih-putihan, tengkuk keabu-abuan. Pungung, sayap, dan ekor hijau-zaitun. Tubuh bagian bawah putih dengan sisi tubuh abu-abu. Bulu biak: bulu ekor tengah jantan lebih memanjang.

Iris kuning tua pucat, paruh atas hitam, paruh bawah kemerahjambuan, kaki merah jambu.

Suara:

Sangat keras, berulang-ulang: “te-cii-te-cii-...” monoton, “ciu-ciu-ciu”, atau “twii” tunggal, dan suara alarm: “tek-tek-tek...”.

Penyebaran global:

India sampai Cina, Asia tenggara, Semenanjung Malaysia, dan Jawa.

Penyebaran lokal dan status:

Di Jawa, tersebar luas sampai ketinggian 1.500 m, tetapi keberadaannya tidak seumum Cinenen Jawa dan tidak begitu menentu.

Kebiasaan:

Mengunjungi hutan terbuka, hutan sekunder, dan pekarangan. Lincah, selalu bergerak atau dengan gagah mengeluarkan suara yang menusuk. Tinggal di semak bawah dan bersembunyi dalam kerimbunan.


  1. Cipoh Kacat

Aegithina tiphia


Deskripsi:

Berukuran kecil (14 cm), berwarna hijau dan kuning dengan dua garis putih mencolok pada sayap. Tubuh bagian atas hijau zaitun, sayap kehitaman, tetapi sisi bulu putih, lingkar mata kuning. Tubuh bagian bawah kuning. Ras-ras pada masing-masing pulau bervariasi warna hijaunya. Perbedaannya dengan Cipoh jantung yaitu kekang dan dada berwarna kuning.

Iris putih keabu-abuan, paruh hitam kebiruan, kaki hitam kebiruan.

Suara:

Beberapa suara panggilan termasuk getaran monoton adn berirama, atau siulan “ciiii-pow” atau “ciiipow,ciiipow”, akhiran “pow” yang meledak seperti suara pecut.

Penyebaran global:

India, Cina barat daya, Asia tenggara, Palawan, Semenanjung Malaysia, dan Sunda Besar.

Penyebaran lokal dan status:

Penghuni tetap di Sumatera (termasuk pulau-pulau di sekitarnya), Kalimantan (termasuk pulau-pulau di Kalimantan bagian utara dan Maratua), Jawa, dan Bali. Tersebar luas dan umum terdapat di dataran rendah pesisisr sampai ketinggian 1.000 m.

Kebiasaan:

Menghuni taman, hutan mangrove, hutan terbuka, dan hutan sekunder. Umumnya sendirian atau berpasangan, berlompatan di cabang-cabang pohon kecil, tempat burung ini bersembunyi dengan baik.


  1. Ciung batu kecil

Myiophoneus glaucinus


Deskripsi : Burung cacing berukuran 25 cm, paruh hitam dan tidak berkelip. Jantan berwarna biru tua seluruhnya, lebih suran dan hitam di bawah; betina lebih suram. Bulu tidak berkelip. Iris coklat, paruh hitam, kaki coklat tua.

Suara : Berdering keras “owit-owit-titit” yang mirip dengan suara tupai, diikuti oleh “triu-triu” atau “ciit” yang parau dan “ti-i-i-it…ti-i-i-it" suara tanda bahaya. Kadang-kadang terdengar kicauan yang nyaring dan merdu.

Penyebaran : Endemik di Sunda besar. Umum di hutan perbukitan dan pegunungan pada ketinggian 400-1500m

Kebiasaan : Menyukai gua-gua yang gelap dan retakan-retakan sebagai tempat berteduh, Berkicau dari cabang-cabang pohon dengan nada siulan yang menarik.


  1. Cucak Gunung

Pycnonotus bimaculatus


Deskripsi:

Burung dengan ukuran sedang 20 cm, berwarna coklat dan putih. Tungging kuning, kekang dan bintik jingga yang khas di atas mata. Tubuh bagian atas coklat zaitun, tenggorokan dan dada atas coklat kehitaman. Dada bawah berbintik coklat dan putih, Perut putih atau suram. Iris coklat, paruh dan kaki hitam.

Suara:

"ciulk-ciulk-ciulk" atau "cak-cak-cuh-ciliuliuliu" yang cukup keras.

Penyebaran:

Endemik Suamtera, Jawa dan Bali. Umum dujumpai di gunung-gunung sampai pada ketinggian 800-3000m.

Kebiasaan:

Menyukai pinggir hutan dan ruang terbuka di tengah hutan di pegunungan sampai zona Vaccinium di puncak tertinggi. Burung yang aktif bersuara dan lebih sering sendirian.


  1. Cucak Kutilang

Pycnonotus aurigaster


Deskripsi:

Berukuran sedang (20 cm), bertopi hitam dengan tunggir keputih-putihan dan tungging jingga kuning. Dagu dan kepala atas hitam. Kerah, tunggir, dada dan perut putih. Sayap hitam, ekor coklat.

Iris merah, paruh dan kaki hitam.

Suara:

Merdu dan nada nyaring “cuk-cuk”, dan “cang-kur” yang diulangi cepat.

Penyebaran global:

Cina selatan, Asia tenggara (kecuali Semenanjung Malaysia), dan Jawa. Diintroduksi ke Sumatera dan Sulawesi selatan. Baru-baru ini mencapai Kalimantan selatan.

Penyebaran lokal dan status:

Terdapat di sumatera. Di sumatera selatan mungkin kolonisasinya dari Jawa. Catatan pertama Kalimantan (Palangkarayatahun 1984. Di Jawa dan Bali, merupakan salah satu jenis yang tersebar paling luas dan umum, sampai ketinggian sekitar 1.600 m.

Kebiasaan:

Hidup dalam kelompok yang aktif dan ribut, sering berbaur dengan jenis cucak lain. Lebih menyukai pepohonan terbuka atau habitat bersemak, di pinggir hutan, tumbuhan sekunder, taman, dan pekarangan, atau bahkan kota besar.


  1. Merbah cerukcuk

Pycnonotus goiavier

Deskripsi:

Berukuran sedang (20 cm), berwarna coklat dan putih dengan tungir kuning khas. Mahkota coklat gelap, alis putih, kekang hitam. Tubuh bagian atas coklat. Tenggorokan, dada, dan perut putih dengan coretan coklat pucat pada sisi lambung.

Iris coklat, paruh hitam, kaki abu-abu merah jambu.

Suara:

Erulang “jok-jok-jok”.

Penyebaran global:

Asia tenggara, Filipina, semenanjung Malaysia, Sunda Besar dan lombok. Introduksi di Sulawesi.

Penyebaran lokal dan status:

Umum terdapat sampai ketinggian 1.500 m, di Sumatera (termasuk di pulau-pulau di bagian timur) dan Kalimantan (termasuk Batambangan dan Maratua), Jawa dan Bali.

Kebiasaan:

Membentuk kelompok, sering berbaur dengan burung cucak-cucakan lain. Berkumpul ramai-ramai di tempat bertengger. Menyukai habitat terbuka, tumbuhan sekunder, tepi jalan, dan kebun. Menghabiskan waktu lebih lama untuk makan di atas tanah daripada cucak-cucakan yang lain.


  1. Munguk Loreng

Sitta azurea


Deskripsi:

Berukuran kecil (13 cm), berwarna biru dan putih. Mahkota dan tengkuk dan sisi kepala hitam, punggung, sayap dan ekor biru mengilap terlihat hitam di tempat yang agak gelap; tenggorokan dan dada putih. Perut dan tungging hitam (Sumatera dan Jawa Barat), atau hitam biru (Jawa timur). Iris putih, paruh putih, kaki abu-abu biru.

Suara:

Mencicit tinggi, resik, seperti suara Munguk Beledu.

Penyebaran global:

Semenanjung Malaysia, Sumatera dan Jawa.

Penyebaran lokal dan status:

Di Sumatera dan Jawa merupakan penghuni umum di hutan pegunungan antara 900-2400 m. Tidak terdapat di Bali

Kebiasaan:

Seperti Munguk Beledu tetapi lebih menyukai hutan subpegunungan


  1. Munguk Beledu

Sitta frontalis


Deskripsi:

Burung kecil berukuran 12 cm, berwarna-warni dengan paruh merah. Dahi hitam seperti beludru; tengkuk, punggung, dan ekor berwarna ungu dengan bercak biru terang pada bulu primer.

Jantan memiliki alis hitam, tubuh bagian bawah kemerah-merahan dengan dagu berwarna keputih-putihan.

Iris kuning atau coklat; paruh merah; kaki coklat kemerahan.

Suara:

Suara merengek "cih-cih" atau tajam mencicit. Waktu terbang bersuara "siip-siip-siip".

Penyebaran:

India, Cina Selatan, Asia Tenggara, dan Sunda Besar, Sumatera termasuk pulau-pulau di sekitarnya, Kalimantan termasuk Kep. Maratua, dan Jawa.

Merupakan penghuni yang agak umum di dataran rendah dan perbukitan sampai ketinggian 1500 m.

Tidak terdapat di Bali.

Kebiasaan :

Mencari makan dan terbang berpasangan atau berkelompok dalam jumlah kecil. Mencari serangga di batang dan cabang pohon, sering dari atas ke bawah dengan kepala di bagian bawah. Memperlihatkan gerakan khas terkejut-kejut yang aktif dan selalu terkesan terburu-buru sebelum terbang ke pohon lain. Sering mengunjungi lapisan menengah hutan, hutan rawa, perkebunan dan hutan pinus.


  1. Opior Jawa

Lophozosterops javanicus


Deskripsi:

Berukuran agak besar (13 cm), berwarna zaitun buram. Kepala, tenggorokan, dan dada abu-abu, tubuh bagian atas hijau-zaitun, perut kuning pucat. Tiga ras beragam, dilihat dari luas tanda putih pada kepala dan kadar warna putih pada lingkar mata (ras Jawa Barat : paling sedikit). Ciri khas: tenggorokan abu-abu. Iris coklat, paruh dan kaki hitam.

Suara: Deringan nada-nada tinggi: “ chii i wiit”, chii i wiit”, atau dengungan “tiirr-tiirr”, yang mirip peluit wasit, juga nyanyian nyaring merdu. Lebih bergetar dibandingkan dengan suara kacamata lain.

Penyebaran global: Endemik di Jawa dan Bali

Penyebaran lokal dan status: Terbatas di gunung-gunung tinggi (di atas ketinggian 1.500 m). Dapat dibagi atas empat rasdengan populasi diperkirakan terisolasi, tetapi umum terdapat di beberapa tempat di hutan yang agak tinggi.

Kebiasaan: Berbaur bebas dalam kelompok dengan jenis lain (terutama Cikrak), terbang di antara tajuk rendah di hutan gunung. Seperti burung Kacamata lain, lincah dan tidak kenal lelah.


  1. Paruh-kodok jawa

Batrachostomus javensis


Deskripsi:

Berukuran agak kecil (25 cm), berwarna gelap. Jantan : keabu-abuan dan berbintik-bintik. Betina :coklat merah bata dengan kepala dan mulut sangat besar. dilingkari rambut-rambut panjang. Berkas telinga panjang khas.

Iris kuning, paruh atas coklat dan bawah keabu-abuan, kaki coklat.

Suara :

Bermacam-macam suara diketahui dari Jawa : siulan panjang yang menurun "iiiuuu", suara tanda bahaya"truuitt,truiit,truiiit, "cirrr,cirrr" gemetar yang diulang, dan kombinasi dua suara pertama "cirrwi,iuwii,iuwuii". Terdapat variasi antar ras.

Penyebaran global :

Asia tenggara, Palawan dan Sunda Besar.

Penyebaran lokal dan status :

Jarang ditemukan di Sumatera (misalnya Way kambas). Di Kalimantan tercatat hampir di seluru dataran rendah. Tidak umum terdapat di hutan dataran rendah basah dan hutan perbukitan di Jawa. Di Bali tidak ada.

Kebiasaan :

Pada siang hari duduk tegak lurus dengan paruh mengarah ke atas dan mata tertutup,kadang-kadang dua burung duduk berdekatan. Umumnya berada tidak jauh dari atas tanah.

Catatan :

Taksonomi Javanensis membingungkan, kadang-kadang diperlakukan sebagai dua jenis, yaitu javenensis endemik di Jawa dan affinis di daerah lain di Asia tenggara. Populasi yang terdapat di P. Palawan kadang-kadang dimasukkan ke dalam affinis, kadang-kadang ke dalam javansis dan kadang-kadang ke dalam cornatus.


  1. Perenjak Coklat

Prinia polychroa


Deskripsi:

Berukuran agak besar (15 cm), bercoret coklat dengan ekor panjang. Tubuh bagian atas coklat, sedikit bercoret atau berbintik. Ekor coklat dengan ujung putih kecil, alis mata keputih-putihan tidak mencolok. Tubuh bagian bawah kuning tua, lebih putih pada kerongkongan, dada abu-abu, sisi tubuh dan paha coklat. Dibandingkan dengan Perenjak Padi, punggung berwarna lebih tua dan bercoretan banyak.

Iris coklat kemerahan, paruh atas coklat, paruh bawah berwarna pucat, kaki keputih-putihan

Suara:

“Twii i i iit” keras menurun dan diulangi terus, dengan variasinya.

Penyebaran global:

Cina barat daya, Asia tenggara (kecuali Semenanjung Malaysia), dan Jawa.

Penyebaran lokal dan status:

Tersebar luas tetapi tidak umum, sampai ketinggian 1500 m di Jawa.

Kebiasaan:

Menghuni padang alang-alang dan semak rendah. Pemalu dan sulit dilihat, tinggal pada kerimbunan. Hidup berpasangan atau dalam kelompok keluarga, tetapi tidak ribut dan semencolok Perenjak Jawa


  1. Perenjak Jawa

Prinia familiaris


Deskripsi:

Berukuran agak besar (13 cm), berwarna zaitun. Ekor panjang, dengan garis sayap putih khas serta ujung hitam putih. Tubuh bagian atas coklat-zaitun, tenggorokan dan dada tengah putih; sisi dada dan sisi tubuh abu-abu, perut dan tungging kuning pucat.

Iris coklat, paruh atas hitam, paruh bawah kekuningan, kaki merah jambu.

Suara:

Keras bernada tinggi: “cwuit-cwuit-cwuit”. Suara tanda bahaya: “hii-hii-hii”.

Penyebaran global:

Endemik di Sumatera, Jawa, dan Bali.

Penyebaran lokal dan status:

Di Sumatera tidak jarang sampai ketinggian 900 m, walaupun tidak terlihat di Sumatera utara. Sangat umum sampai ketinggian 1.500 m di Jawa dan Bali.

Kebiasaan:

Menghuni hutan mangrove dan habitat sekunder terbuka, terutama kebun dan taman. Ribut, suka berkelompok kecil. Berburu di sekitar permukaan tanah sampai punack pohon.


  1. Perling Kecil

Aplonis minor


Kepala ungu berkilau.


  1. Sepah Gunung

Pericrocotus miniatus


Deskripsi:

Burung berukuran sedang (19 cm), berwarna merah dan hitam dengan ekor panjang. Ciri-ciri betina adalah kombinasi kepala hitam, ekor sangat panjang dan tidak ada warna merah pada bulu sekunder. Betina cukup unik dengan warna bulu hitam dan merah seperti jantan, warna merah meliputi tenggorokan dagu dan dahi serta mantel berwarna kemerahan.Iris coklat, paruh hitam kaki hitam.

Suara:

Suara keras bergetar "cii-cii-cii" atau keras berkepanjangan "tsrii-ii"

Penyebaran:

Endemik di Sumatera dan Jawa. Umum terdapat di hutan pegunungan pada ketinggian 1200-2400 m. Di Bali tidak tercatat.

Kebiasaan:

Kebiasaan hidup dalam kelompok besar sampai berjumlah 30 ekor. Sering mengunjungi puncak-puncak pohon di dalam serta si dekat hutan primer dan perkebunan pinus, kadang-kadang mengunjungi lahan pertanian.

  1. Sepah Hutan

Pericrocotus flameus


Deskripsi:

Burung berukuran 19 cm. Jantan; berwarna hitam kebiruan dengan dada, perut, tungging, sisi terluar bulu ekor dan bercak pada sayap merah. Betina; berwarn lebih abu-abu pada punggung, Warna merah digantikan oleh warna kuning yang melebar sampai tenggorokan, dagu, penutup telinga dan dahi.

Suara:

"kru-u-u-ti-tip" yang lembut atau "herr" yang berulang, dan "sigit-sigit-sigit" dengan nada tinggi

Penyebaran:

India, Cina Selatan, Asia Tenggara, Filipina, Semenanjung Malaysia, Sunda Besar dan Lombok. Umum ditemukan di dataran rendah dan perbukitan sampai dengan ketinggian 1500 m atau lebih.

Kebiasaan:

Menyukai hutan primer, belompatan di antara pucuk-pohon berdaun halus secara bepasangan atau dalam kelompok.

Status

  1. Sepah kecil

Pericrocotus cinnamomeus


Deskripsi:

Berukuran kecil (15 cm), berwarna abu-abu, merah dan hitam. Perbedaannya dengan burung sepah lain adalah kepala dan mantel jantan abu-abu serta tubuh bagian bawah betina keputih-putihan dan lebih buram.

Iris coklat, paruh hitam, kaki hitam.

Suara :

Bernadatinggi, berdering "tsyi-tsyi-tsyi-tsyi", merupakan panggilan di antara anggota kelompok.

Penyebaran global :

India, Asia tenggara (kecuali Semenanjung Malaysia), Kalimantan, Jawa dan Bali.

Penyebaran lokal dan status :

Status di Kalimantan tidak diketahui. Pada akhir abad lalu, seekor dikoleksi di Kalimantan Selata, mungkin merupakan pengembara dari Jawa. Penghuni tetap di Jawa dan Bali, tersebar luas cukup umum terdapat di daerah dataran rendah. Di Sumatera dan Kalimantan, diganti keberadaannya oleh Sepah tulin.

Kebiasaan :

Lebih menyukai hutan terbuka, hutan mangrove, tanah pertanian dan pedesaan. Terbang dalam kelompok kecil yang aktif dan ribut, mencari makan di puncak pohon-pohon yang tinggi.


  1. Serindit Jawa

Loriculus pusillus


Deskripsi:

Nuri berukuran sangat kecil (12 cm), berwarna hijau dengan tunggir merah. Tubuh bagian atas hijau terang. Tubuh bagian bawah hijau-kuning, tunggung dan penutup ekor merah membara, ada bercak kuning pada tenggorokan (betina dan burung muda: bercak jauh lebih kecil).

Iris dan paruh kuning, kaki jingga.

Suara:

Dentangan berdesir: “srii-ii” pada waktu terbang.

Penyebaran global:

Endemik di Jawa dan Bali.

Penyebaran lokal dan status:

Di Jawa dan Bali, umum ditemukan di hutan hujan, dari ketinggian permukaan laut sampai 2.000 m, mungkin nomaden (sering berpindah-pindah) dan mudah terlewatkan (tidak teramati).

Kebiasaan:

Terbang cepat di atas hutan dalam kelompok kecil, dengan kepakan sayap yang menderu sambil berteriak-teriak. Memakan bunga-bungaan, kuncup bunga, dan buah-buahan kecil. Merayap dan merangkap pada dahan-dahan pohon dengan gaya yang lucu. Sulit dilihat karena ukurannya kecil dan warna hijaunya. Memiliki kebiasaan aneh, yaitu tidur bergantung dengan kepala di bawah. Betina sering tampak membawa bahan-bahan sarang yang diselipkan di antara bulu-bulu tunggirnya.

Catatan:

Beberapa penulis menempatkan jenis ini ke dalam Serindit Loriculus vernalis, tetapi perbedaan warna dan penyebarannya yang terputus merupakan bukti keabsahan sebagai jenis tersendiri.


  1. Sikatan belang

Ficedula westermanni


Deskripsi:

Berukuran 11 cm, berwarna hitam dan puith(jantan) dan putij (betina). Jantan; alis, garis sayap, pinggir panggkal ekordan tubuh bagian bawah, tubuh bagian atas hitam. Betina; tubuh bagian atas coklat abu-abu, atubuh bagian bawah keputih-putihan, ekor merah karat. Burung muda; coklat berbitik kuning kecoklatan.

Iris coklat, paruh dan kaki hitam.

Suara:

"pi-pi-pi-pi-pi" yang brupa nada lemah dan kemudian menurun yang diselingi getaran lemah "crrr"dan "tii".

Penyebaran:

India sampai Cina Selatan, Filipina Asia Tenggara, Semaenajung Malaysia, Sunda Besar, Nusa Tnggara dan Maluku. Umum dijumpai di hutan pegnungan pada ketinggian 1000-1200 m.

Kebiasaan :

Sering mngunjungi hutan pegungan, hutan lumut dan hutan cemara. Mencari makan pada semua tingkat tajuk. Sering bergabung dalam kelompok campuran.


  1. Sikatan biru-putih

Cyanoptila cyanomelana


Deskripsi:

Berukuran besar (17 cm), berwarna biru, hitam, dan putih (jantan) atau coklat dan putih (betina). Jantan: muka, tenggorokan, dan dada atas hitam; dada bawah, perut, dan penutup ekor putih, tubuh bagian atas biru mengkilap, ada bercak putih pada pangkal ekor. Betina: tubuh bagian atas cokla abu-abu, sayap dan ekor coklat; tenggorokan tengah dan perut putih. Iris coklat, paruh dan kaki hitam.

Suara: Umumnya diam di daerah musim dingin.

Penyebarab global: Berbiak di Asia Timur Laut, bermigrasi ke selatan sampai Cina, Asia tenggara, Filipina, dan Sunda Besar.

Penyebaran lokal dan status: pengunjung musim dingin yang teratur sampai ketinggian 1.400 m ke Kalimantan bagian utara, tetapi kurang umum di seluruh Kalimantan. Di Sumatera dan Jawa, pengunjung musim dingin yang jarang ke hutan perbukitan sampai ketinggian 1.200 m.di Bali tidak tercatat.

Kebiasaan: Mengunjungi hutan primer dan hutan sekunder. Mencari makan pada tajuk pohon yang cukup tinggi. Juga memakan beberapa macam buah-buahan.


  1. Sikatan bubik

Muscicapa dauurica


Deskripsi:

Berukuran kecil (12 cm), berwarna coklat keabu-abuan. Ras pengembara latirostris: tubuh bagian atas coklat abu-abu, tubuh bagian bawah keputih-putihan, sisi dada dan sisi tubuh abu-abu kecoklatan, lingkar mata putih. Penghuni Kalimantan ras umbrosa: lebih kecil dan lebih gelap, terutama pada kepala. Pengembara lain (bentuk Williamsoni): lebih coklat, tersapu warna karat pada tubuh bagian atas, sisi tubuh bercoret kuning tua, lingkar mata kuning tua. Iris coklat, paruh hitam dengan pangkal rahang bawah kuning, kaki hitam.

Suara: Getaran "crr" lembut dan nyanyian lemah yang tenang, tetapi biasanya diam.

Penyebaran global: Berbiak di Asia timur laut dan Himalaya. pada musim dingin mengembara ke selatan sampai India, Asia tenggara, Filipina, Sulawesi, dan Sunda Besar. Populasi penetap dan/atau migran juga terdapat di Filipina, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kalimantan, dan Sumba.

Penyebaran lokal dan status: Pada musim dingin, populasi Asia utara secara tetap mengunjungi daerah dengan ketinggian sampai 1.500 m di seluruh Sunda Besar (termasuk di pulau-pulau sekitarnya). Ras subtropis dan tropis diketahui dari Sumatera (penetap dan migran di Semenanjung Malaysia) dan Kalimantan bagian utara.

Kebiasaan: Menyukai pinggir hutan atau hutan perbukitan, tetapi kadang-kadang juga ditemukan di hutan terbuka dan kebun. Sebagian mengunjungi hutan-hutan lepas pantai. Umumnya hidup sendirian atau bergabung dalam kelompok jenis campuran. Menangkap serangga dari tenggeran di atas pohon dan menggeletarkan ekor dengan cara yang khas ketika kembali ke tenggeran.


  1. Sikatan Kepala-abu

Culicicapa ceylonensis


Deskripsi:

Berukuran kecil (12 cm), khas dengan kepala dan dada keabu-abuan serta sedikit jambul. Tubuh bagian atas berwarna zaitun, tubuh bagian bawah kuning.

Iris coklat, paruh atas hitam, paruh bawah abu-abu, kaki coklat kekuningan.

Suara:

Siulan manis, jelas: “ci-ti, ci-ti” dengan penekanan pad suku pertama, atau “piit-wit, wi-dii” dengan penekanan pada nada terakhir, juga suara bergetar “cirri”.

Penyebaran global:

India sampai Cina selatan, Asia tenggara, Semenanjung Malaysia, dn Sunda Besar.

Penyebaran lokal dan status:

Di Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sumatera (termasuk pulau-pulau di sekitarnya), umum tersebar luas di hutan, paling umum di hutan pegunungan antara ketinggian 600 – 1.600 m, tetapi juga tercatat di dataran rendah sampai ketinggian 2.200 m.

Kebiasaan:

Aktif dan ribut. Terbang dari cabang ke cabang, memburu dan mengintai serangga yang terbang. Secara teratur membuka-buka ekor. Biasanya hidup pada tajuk bawah atau tajuk tengah. Sering bergabung dalam kelompok campuran.

Catatan:

Studi DNA memperlihatkan bahwa marga ini berkerabat dekat dengan suku Eopsaltriidae di Australia.


  1. Sikatan Ninon

Eumias Indigo


Deskripsi:

Berukuran sedang (14 cm), berwarna biru-nila gelap (warna utama), paling gelap, nyaris hitam disekitar pangkal paruh.Dahi keputih-putihan meluas menjadi alis di atas mata. Dada bawah keabu-abuan berangsur-angsur berubah keputih-putihan pada perut. Tungging kuning tua (putih pada burung Jawa). Remaja: Dada dan tenggorokan berbercak merah jambu. Iris coklat-merah, paruh dan kaki hitam.

Suara :

Seri panjang terdiri dari cicitan ”fi fu fiu fi fii” yang berdering dan ”trrrr tr” keras.

Penyebaran global:

Endemik di Sunda Besar

Penyebaran lokal dan status:

Di Sumatera, Kalimantan (tercatat di G. Kinabalu ke selatan sampai ke G. Murud, G. Mulu dan Kayan Mentarang) dan Jawa, penetap yang cukup umum didaerah perbukitan dan pegunungan antara ketinggian 900-3000 m. Di Bali tidak tercatat.

Kebiasaan:

Hidup di hutan gelap di pegunungan, tetapi cukup jinak dan mudah di dekati. Umumnya bertengger rendah, dekat tanah, suka ikut kelompok campuran.


  1. Sikatan sisi-gelap

Muscicapa sibirica


Deskripsi:

Berukuran kecil (13 cm), berwarna coklat jelaga dengan sisi gelap. Tubuh bagian atas ciklat jelaga, garis sayap kuning tua. Tubuh bagian bawah putih dengan sisi berbintik abu-abu jelaga, ada garis berbintik abu-abu melintang pada dada atas. Lingkar mata putih, setengah kerah putih mencolok, kumis bercoret-coret hitam. Remaja: berbercak putih pada wajah dan punggung. Iris coklat tua, paruh dan kaki hitam.

Suara: "Ci-ep, ci-ep, ci-ep" yang riang.

Penyebaran global: Berbiak di Asia timur laut dan Himalaya. Pada musim dingin bermigrasi ke Cina selatan, Palawan, Asia tenggara, dan Sunda Besar.

Penyebaran lokal dan status: Pengunjung tetap di Sumatera utara dan Kalimantan bagian utara (termasuk Natuna dan Anambas), tetapi tidak umum di perbukitan, biasanya sampai ketinggian 1.000 m. Pengunjung yang langka di hutan pegunungan sampai pada ketinggian 1.500 m di Jawa Barat. Tidak ditemukan di Bali.


  1. Sikep-madu Asia

Pernis ptilorhyncus


Deskripsi:

Berukuran sedang (50 cm), berwarna hitam dengan jambul kecil. Warna sangat bervariasi dalam bentuk terang, normal, dan gelap dari dua ras yang berbeda yang masing-masing meniru jenis elang berbeda dalam pola warna bulu. Terdapat garis-garis yang tidak teratur pada ekor. Semua bentuk mempunyai tnggorokan berbercak pucat kontras, dibatasi oleh garis tebal hitam,sering dengan garis hitam mesial. Ciri khas ketika terbagn: kepala relatif kecil, leher agak panjang menyempit, ekor berpola.

Iris jingga, paruh abu-abu, kaki kuning, bulu berbentuk sisik (terlihat jelas pada jarak dekat).

Suara:

Keras, tingkatan nada meninggi seperti bunyi lonceng dengan empat tingkatan nada “wii-wiy-uho” atau wiihiy-wiihiy”.

Penyebaran global:

Palearktika timur, India, dan Asia tenggara sampai Sunda Besar.

Penyebaran lokal dan status:

Menetap (ras yang berjambul panjang torquatus dan ptilorhyncus), tersebar jarang di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa barat. Ras Palearktika timur yang berjambul pendek orientalis muncul sebagai pengunjung musim dingin di seluruh Sunda Besar sampai ketinggian 1.200 m.

Kebiasaan:

Sering mengunjungi hutan pegunungan. Ciri sewaktu terbang adalah beberapa kepakan dalam yang diikuti luncuran panjang. Melayang tinggi di udara dengan sayap datar. Mempunyai kebiasaan aneh yaitu merampas sarang tawon dan lebah.


  1. Srigunting Batu

Dicrurus paradiseus


Deskripsi:

Berukuran besar (30 cm tanpa raket) berwarna hitam megkilap dengan bulu ekor terluar sangat panjang dan membentuk raket pada ujungnya. Raket melebar hanya di sisi sebelah luar dan berpilin. Dibedakan dari Srigunting bukit oleh ekornya yang menggarpu. Jambul yang hanya berupa perpanjangan bulu di mahkota burung dewasa tidak terlihat jelas di dalam hutan.

Iris merah, paruh hitam, kaki hitam.

Suara:

Variasi yang mengagumkan dari lagu yang getar dan penh gairah, dan terdiri dari siulan, dan suara lonceng diselingi suara kasar berdengung khas srigunting. Sering meniru suara burung lain.

Penyebaran global:

India sampai Cina, Asia tenggara, Semenanjung Malaysia, dan sunda Besar.

Penyebaran lokal dan status:

Di Sumatera (termasuk pulau-pulau di sekitarnya) dan Kalimantan, burung ini sepertinya umum di hutan-hutan sampai ketinggian 700 m. Di Jawa dan Bali tersebar luas dan umum terdapat di hutan dataran rendah sampai ketinggian 1.400 m, sejalan dengan hilangnya hutan, burung ini juga menjadi makin jarang.

Kebiasaan:

Mendiami hutan mangrove, rawa, hutan primer, dan sekunder. Burung yang hidup berpasangan, kadang-kadang bergabung dalam kelompok untuk menampakkan diri, berkicau ribut dan penuh semangat, dan memburu serangga dari tenggeran yang rendah mencolok di hutan.


  1. Srigunting Kelabu

Dicrurus leucophaeus


Deskripsi:

Berukuran sedang (29 cm), berwarna abu-abu denganekor panjang menggarpu dalam. Ras bervariasi dalam kepucatan warna. Ras Kalimantan Stigmatops mempunyai bercak keputih-putihan di sekitar mata. Iris jingga, paruh hitam abu-abu, kaki hitam.

Suara:

Nyanyian keras jernih ”hiur iur celiu” atau wit piit, wit piit” mengeong dan menirukan suara burung lain, diberitakan kadang-kadang bersuara pada malam hari.

Penyebaran global:

Afganistan sampai Cina, Asia tenggara, Sunda Besar, Palawan.

Penyebaran lokal dan status:

Di Sumatera (termasuk Mentawai dan Simeulue), Kalimantan, Jawa, Bali merupakan burung yang umum terdapat di daerah berhutan terbuka dan dan di pinggir hutan, di perbukitan dan gunung dari 600-2500 m.

Kebiasaan:

Hidup berpasangan, dan hinggap pada cabang terbuka atau tumbuhan merambat di tempat terbuka di hutan, menyambar serangga yang lewat, terbang naik mengejar ngengat atau menikik untuk menangkap mangsa yang terbang.

  1. Takur Tohtor

Megalaima armilliaris


Deskripsi:

Berukuran sedang (20 cm), seluruh bulu hijau, kecuali garis kuning jingga yang melintang pada dada, dahi kuning-jingga, dan mahkota bagian belakang biru. Kadang-kadang garis pada dada mengecil menjadi dua bercak bulat.

Iris coklat, paruh hitam, kaki biru.

Suara:

Monoton, berulang “trrrk trrrk trrrk trrrrrk” dan variasinya.

Penyebaran global:

Endemik di Jawa dan Bali.

Penyebaran lokal dan status:

Penghuni yang tidak jarang di hutan primer dan pinggir hutan di daratan Jawa dan bali, terdapat dari ketinggian permukaan laut sampai 2.500 m, tetapi lebih umum terlihat di atas ketinggian 900 m.

Kebiasaan:

Berbaur dengan burung lain pada pohon buah-buahan. Mungkin merupakan takur yang paling umum di Jawa.


  1. Takur Tulungtumpuk

Megalaima javensis


Deskripsi:

Berukuran agak besar (26 cm), berwarna-warni. Bulu dewasa biasanya hijau polos. Mahkota kuning dan bintuk kuning di sekitar mata, tenggorokan merah. Ada bercak merah pada sisi dada dan kerah lebar hitam melewati dada atas dan sisi kepala sampai mata. Setrip hitam yang kedia melewati mata.

Iris coklat, paruh hitam, kaki hijau-zaitun suram.

Suara:

Deringan “tulung tumpuk” berulang.

Penyebaran global:

Endemik di Jawa dan Bali.

Penyebaran lokal dan status:

Tidak umum di hutan dataran rendah dan pegunungan sampai ketinggian 1.500 m, di seluruh daratan Jawa dan Bali.

Kebiasaan:

Mirip takur yang lain. Umumnya ditemukan di tempat yang lebih terang dan terbuka di hutan.


  1. Takur Ungkut-ungkut

Megalaima haemacephala


Deskripsi:

Berukuran kecil 915 cm), bermahkota merah. Ras-ras bervariasi. Dewasa dari Sumatera delica: mahkota dan dada merah; pipi, dan alis kuning, setrip hitam yang melewati mahkota memisahkan muka yang merah-kuning dengan tengkuk yang hijau kebiruan. Ras Jawa dan bali rosea: mahkota, alis, pipi, tenggorokan, dan dada atas merah padam. Punggung, sayap, dan ekor hijau kebiruan. Tubuh bagian bawah putih kotor, penuh dengan coretan hitam. Remaja: kepala tanpa warna merah dan hitam, berbercak kuning di bawah mata dan dagu.

Suara:

Suara monoton, bergaung metalik: “tuk, tuk, tuk...”, yang berselang selama beberapa menit dengan tempo yang tetap sekitar 110 nada permenit. Ekor menjentik ke depan setiap mengeluarkan suara “tuk”. Suara lain ebih lambat, tidak semantap yang pertama, dilakukan dengan kepala menyentak dan ekor diam.

Penyebaran global:

Dari Pakistan barat sampai ke Cina barat daya, Filipina, Sumatera, Jawa, dan Bali.

Penyebaran lokal dan status:

Penetap yang tersebar luas di hutan dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m.

Kebiasaan:

Mirip takur yang lain, lebih menyukaihabitat yang lebih terbuka seperti hutan terbuka, kebun, taman kotam dan perkebunan. Pada pagi hari beberapa burung dapat berkumpul untuk bersuara bersama dari atas sebuah batang kering.


  1. Tekukur Biasa

Streptopelia chinensis


Deskripsi:

Berukuran sedang (30 cm), berwarna coklat kemerahjambuan. Ekor tampak panjang. Buku ekor terluar memiliki tepi putih tebal. Bulu sayap lebih gelap daripada bulu tubuhm terdapat garis-garis hitam khas pada sisi-sisi leher (jelas terlihat), berbintik-bintik putih halus.

Iris jingga, paruh hitam, kaki merah.

Suara:

Nada merdu yang diulang-ulang: “te-kuk-kurr”, dengan nada terakhir memanjang (berdasarkan bunyi inilah asal nama Indonesianya).

Penyebaran global:

Tersebar luas dan umum terdapat di Asia tenggara sampai di Nusa Tenggara. Diintroduksi ke tempat lain sampai Australia dan Los Angeles (AS).

Penyebaran lokal dan status:

Umum ditemukan di seluruh Sunda Besar, terutama di daerah terbuka dan perkampungan. Sering dipelihara sabagai burung hias.

Kebiasaan:

Hidup bersama manusia di sekitar desa dan sawah. Mecari makan di atas permukaan tanah. Sering duduk berpasangan di jalan yang terbuka. Bila terganggu, terbang rendah di atas tanah dengan kepakan sayap pelan yang khas.


  1. Tiong Emas

Gracula religiosa


Deskripsi:

Berukuran besar (30 cm), berwarna hitam berkilau. Bercak sayap putih mencolok, pial kuning khas pada sisi kepala.

Iris coklat tua, paruh jingga, kaki kuning.

Suara:

Keras, jelas, menusuk: “t’-ong”, berbagai siulan jelas, tiruan suara burung lain, dan “owa (wau-wau)”.

Penyebaran global:

India sampai Cina, Asia tenggara, Palawan, Semenanjung Malaysia, dan sunda Besar.

Penyebaran lokal dan status:

Umum terdapat di beberapa tempat di seluruh dataran rendah Sumatera (termasuk pulau-pulau di sekitarnya), dan Kalimantan (termasuk pulau-pulau di sekitarnya), sampai ketinggian 1.000 m. Di Jawa dan Bali dulu cukup banyak di pinggir hutan, tetapi sekarang sudah jarang karena adanya penangkapan dan kerusakan habitat; lebih umum di Jawa bagian selatan.

Kebiasaan:

Tinggal di atas pohon-pohon yang tinggi, hidup berpasangan, kadang-kadang berkumpul dalam kelompok.


  1. Tiong lampu biasa

Eurystomus orientalis


Deskripsi:

Berukuran sedang (30 cm), berwarna gelap. Paruh merah lebar (remaja: hitam). Warna bulu keseluruhan adalah abu-abu kebiruan gelap, kecuali kerongkongan bru terang. Sewaktu terbang, terlihat bercak bulat biru muda yang kontras di tengah sayap, sehingga jenis ini dikenal dengan “burung dollar” (nama Inggrisnya).

Iris coklat, paruh merah dengan ujung hitam, kaki merah-jingga.

Suara:

Kuakan parau “krek-krek” sewaktu terbang atau dari tenggeran.

Penyebaran global:

Tersebar luas dari Asia timur, Asia tenggara, Jepang, Filipina, Indonesia, sampai P.Irian dan Australia.

Penyebaran lokal dan status:

Ras penetap dan migran terdapat di seluruh Sunda Besar. Tersebar merata namun tidak pernah umum, di daerah setengah terbuka di pinggir hutan sampai ketinggian 1.200 m.

Kebiasaan:

Biasanya terlihat duduk pada pohon mati di daerah terbuka. Kadang-kadang terbang mengejar serangga atau menukik mengejar serangga di tanah. Cara terbang aneh, mirip cabak, mengepak-ngepak berat. Kadang-kadang dua atau tifa ekor terbang dan menukik bersama pada senja hari, terutama pada saat bercumbu. Kadng-kadang dikerubuti burung-burung kecil karena kepala dan paruhnya terlihat seperti burung pemangsa.



  1. Uncal Buau

Macrophygia emiliana


Deskripsi:

Burung berukuran sedang (30cm), berwarna coklat kemerahan. Ekor panjang, dada coklat agak keunguan, bergaris hitam yang tidak terlalu jelas. Jantan; leher dan dada merah jambu mengkilat. Betina; ada garis gelap pada mantel. Iris lingkaran dalam kebiruan dan lingkaran luar merah, paruh abu-abu-krem, kaki merah keunguan.

Suara:

Satu seri terdiri dari sejumlah nada dan "poh-Kali Urang wauw-wao" yang keras.

Penyebaran:

Sunda Besar, Lombok, Sumbawa, dan Flores. Hidup di hutan primer sampai pada ketinggian 1500 m

Kebiasaan :

Menetap di hutan primer atau tempat-tempat terbuka dalam hutan. Terbang menembus bagian bawah hutan, dan terbang cepat bila berada di atas pohon. Turun ke permukaan tanah untuk makan dan minum.


  1. Uncal loreng

Macropygia unchall


Deskripsi:

Berukuran besar (38 cm), berwarna coklat, berekor panjang. Punggung dan ekor bergaris hitam atau coklat. Kepala abu-abu dengan tengkuk hijau-biru mengkilap. Dada merah jambu, tetapi memutih pada perut bawah. Betina: tidak ada kilapan hijau. Garis-garis lebih tebal pada punggung dan garis-garis pada ekor membedakan burung ini dengan uncal lainnya. Iris kuning sampai coklat pucat, paruh hitam, kaki merah.

Suara: Satu seri dengungan keras terdiri dari sejumlah "kru-uum" atau "u-wa", dengan nada kedua lebih keras dan tinggi daripada nada pertama, hanya terdengar pada jarak dekat.

Penyebaran global: Tersebar luas, mulai dari Peg. Himalaya sampai Jawa dan Bali. Tidak ditemukan di Kalimantan.

Penyebaran lokal dan status: Terdapat di hutan-hutan submontan Sumatera, Jawa, dan Bali, antara ketinggian 800-3000 m. Umumnya lebih jarang ditemui dari Uncal kouran.

Kebiasaan: Hidup dalam kelompok kecil. Mencari makan pada pohon-pohon di pegunungan, kadang-kadang ke permukaan tanah untuk makan atau minum. Cukup jinak, tetapi dalam keadaan berbahaya, terbang dan mengepak-epakkan sayapnya denga ribut. Terbang sangat cepat melalui puncak pohon. Ekor terangkat ketika berada di atas tanah.


  1. Walet linchi

Collocalia linchi


Deskripsi:

Berukuran kecil (10 cm). Tubuh bagian atas hitam kehijauan buram, tubuh bagian bawah abu-abu jelaga, perut keputih-putihan, ekor sedikit bertakik. Iris coklat tua, paruh dan kaki hitam.

Suara: Nada tinggi "Ciir-ciir".

Penyebaran global: Semenanjung Malaysia, Sunda Besar, dan Lombok.

Penyebaran lokal dan status: Terdapat di beberapa tempat di Sumater (mungkin di sepanjang Bukit Barisan, tetapi spesimen museum hanya dari Peg. Leuser dan Lampung) dan Kalimantan (G. Kinabalu). Di Jawa (termasuk pulau-pulau di L. Jawa) dan Bali, walet yang paling umum terdapat di semua ketinggian.

Kebiasaan: Seperti Walet sapi. Sarang berupa mangkuk tidak rapih, terbuat dari lumpur, rumput atau bahan nabati lain, direkatkan dengan air ludah. sarang dibangun di tempat yang lebih terang, di dekat mulut gua, rekahan batu, atau bangunan. terbang lemah dan menggelepar.


  1. Walik kembang

Ptilinopus melanospila


Deskripsi:

Berukuran sedang (27 cm), berwarna hijau. Jantan: kepala abu-abu perak, tengkuk hitam, kerongkongan berbercak kuning, bawah dada dan tubuh bagian atas hijau, bulu penutup ekor kuning-merah. Betina: seluruh tubuh hijau, kecuali bulu penutup ekor merah dan sisi-sisi bulu sayap dan perut bawah kuning. Iris kuning, paruh kuning kehijauan, kaki merah.

Suara: Berdentang keras monoton "uwuk-wuk .... uwuk-wuk".

Penyebaran global: Filipina selatan, Sulawesi, Maluku, Sunda Besar dan Nusa tenggara.

Penyebaran lokal dan status: Tercatat sekali di Sumatera (P. Tegal di Teluk Lampung, mungkin tersesat dari Jawa). Menghuni pulau-pulau kecil di lepas pantai Kalimantan (P. Burung, Balambang, Banggi, dan Maratua). Di Jawa (termasuk Matasiri dan Kangean) dan Bali, umum ditemukan sampai dataran rendah dan hutan-hutan bukit, sampai ketinggian 800 m.

Kebiasaan: Pemalu, hidup berpansangan, lebih sering terdengar daripada terlihat. Kadang-kadang kelompok yang cukup besar berkumpul pada pohon buah-buahan dan tempat bertengger.


  1. Walik Kepala-ungu

Ptilonopus porphyreus


Deskripsi:

Burung dengan ukuran besar 29 cm, kepala merah jambu. Seluruh bagian kepala, leher dan kerongkongan merah jambu keunguan, dibatasi oleh pita putih bertepi hitam kehijauan pada dada. Tubuh bagian atas hijau, tubuh bagian bawah abu-abu dengan penutup ekor bagian bawah berwarna kuning.Betina; muka berwarna merah jambu buram, garis dada kurang jelas.

Suara:

"hu" berdentang dalam interval satu detik, kadang-kadang berakhir dengan seri"hu" cepat dan menurun.

Penyebaran:

Endemik Suamtera, Jawa dan Bali. Umum pada daerah denga ketinggian 1400-2200 m.

Kebiasaan :

Sering terlihat sendirian atau berpasangan, menykai pasang berangan atau hutan keranggas pegunungan.


  1. Wergan Jawa

Alcippe pyrrhoptera


Deskripsi:

Berukuran kecil (14 cm), berwarna coklat kemerahan. Tubuh bagian atas merah karat, terdapat sedikit warna keabu-abuan pada kepala. Tunggir dan penutup ekor atas merah karat; dagu dan tenggorokan putih abu-abu, tersapu kuning tua. Dada dan perut kuning tua, keputih-putihan pada bagian tengah, kuning kecoklatan pada sisi lambung dan penutup ekor bawah. Iris coklat, kaki coklat, paruh coklat.

Suara:

Panggilan resik yang agak keras dan melodius: ”ci ci ci ciwiwit” atau ”buu ray ciy cit”.

Penyebaran global:

Endemik Jawa

Penyebaran lokal dan status:

Terbatas di Jawa sebelah barat, tercatat ke timur sampai G. Merapi, di Jawa tengah, hanya ditemukan di gunung yang lebih tinmggi dari 1000 m. Kadang-kadang secara lokal sangat umum.

Kebiasaan:

Hidup dalam kelompok kecil, di hutan dan pinggir hutan, jarang berbaur dengan jenis lain.


  1. Wiwik uncuing

Cacomantis sepulcralis


Deskripsi:

Berukuran kecil (23 cm), berwarna coklat keabu-abuan. Dewasa: kepala abu-abu, bagian punggung, sayap, dan ekor coklat keabu-abuan, tubuh bagian bawah merah karat. Mirip Wiwik abu-abu, tetapi lebih gelap. Remaja: punggung coklat terang, tubuh bagian bawah keputih-putihan dengan garis-garis hitam yang cukup lebar dan jelas pada seluruh tubuhnya. Iris coklat, lingkar mata kuning, paruh hitam dengan bintik jingga, kaki abu-abu.

Suara: Siulan sedih "wiit" atau "pii-wiit", diulang 10-25 kali, dengan nada yang makin merendah. Bunyi meninggi, lebih cepat, dan "liar" daripada kicauan yang mirip kicauan Wiwik abu-abu.

Penyebaran global: Semenanjung Malaysia, Kalimantan, Sumatera, Belitung, Enggano, Simeuleu, Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Filipina.

Penyebaran lokal dan status: Penghuni dataran rendah di perbukitan sampai ketinggian 1.600 m.

Kebiasaan: Menyukai hutan, tepi hutan, tumbuhan sekunder, perkebunan, dan kebun-kebun di pedesaan.